Hati, Idul Fitri & Kemerdekaan RI

Pasti pembaca tahu, sering mendengar dan mengerti jika ada pembahasan tentang hati. Hanya orang yang bersangkutan dan Tuhan yang dipastikan tahu tentang "kata" hati seseorang. Bagaimana jika hati seseorang bisa menyatu dengan hati orang lain, sengaja atau tidak sengaja. Bagaimana pula seseorang yang memiliki hati yang selalu berubah-ubah sesuai dengan "mood". Serta bagaimana jika seseorang dengan hatinya menjadi sombong, bahwa dirinya key person yang telah memberikan banyak hal untuk orang lain, dengan meniadakan bahwa Tuhan-lah yang menggerakan hati tersebut. Serta bagaimana hubungan hati, idul fitri dan kemerdekaan RI ke 68, kita coba kaitkan dan mengambil benang merah sebagai pembelajaran.

HATI (QALBU)

Hadist berikut cukup populer, salah satunya cerita Sahabat Syahrun bin Hausyab, bertanya kepada Umm al-Mu'minin, Ummu Salamah : Wahai Umm al-Mu'minin, apa doa Rasulullah Saw., ketika beliah bersama beliau ? Ummu Salamah berkata : Doa beliau adalah :
 
Doa tersebut, mengisyaratkan bahwa yang memiliki hati adalah Allah SWT., dan Allah SWT-lah yang membolak-balikan hati. Hati bisa stabil, labil, mood, gundah gulana, lebay, GALAU, resah, iman kuat, iman lemah, setengah "kafir" dan seterusnya. 

IDUL FITRI

Tulisan ini tidak memperbincangkan detail tentang makna idul fitri. Tulisan ini lebih menyoroti fenomena di balik idul fitri yang ramai, yaitu shilaturrahmi atau shilaturrahim. Shilah (صلة) maknanya sambung atau hubungan, rahmi (الرحم) maknanya kandung[an] atau rahim (الرحيم) maknanya kasih sayang. Makna luas yang mudah dipahami adalah bagaimana seseorang menjalin hubungan baik dengan orang lain, tanpa membedakan status sosial, ras, agama, suku, bangsa. Orang tua dengan anak, suami dengan istri, atasan dengan bawahan, majikan dengan pembantu, bos dengan buruh, dan sebagainya. 

Jika hubungan yang dibangun dengan hati, maka suasana hubungan akan menyatu tanpa sekat dan hampir dipastikan semua seperti saudara [se]kandung[an] yang penuh kasih sayang dan saling menyayangi. Tapi sering kali hubungan dibangun karena ketergantungan satu dengan yang lain dan saling menyandera. Karena suami memberi uang belanja tiap bulan, maka istri harus melayani suami sesuai dengan keinginannya, karena pembantu dibayar oleh majikan, maka pembantu harus melayani majikan sepenuhnya, dan seterusnya.

Fenomena mudik yang menggerakkan HATI anak untuk bersilaturrahmi kepada orang tua adalah hubungan yang digerakan oleh Allah SWT, bukan karena anak hendak memberi uang [harta] kepada orang tua. Cermati QS. al-Anfal (8) : 63 :  
Ayat tersebut mengisahakan Masa Jahiliyah di Madinah sebelum Rasulullah Saw., hijrah ke Madinah. Dikisahkan suku Aus dan suku Khazraj selalu berkonflik yang tak kunjung berdamai. Ketika Rasulullah Saw hijrah ke Madinah, kedua suku didamaikan oleh Rasulullah Saw, dan berhasil. Ayat tersebut turun untuk memastikan bahwa yang membuat damai mereka bukanlah upaya Rasulullah Saw, tetapi Allah SWT yang melunakkan dan menyatukan hati-hati mereka sehingga mau bersatu dan menjalin silaturrahmi. Sekalipun kalian mengeluarkan upaya finansial atau harta untuk menyatukan mereka tidak mungkin bisa. Sesuatu yang harus disatukan adalah hati, dan hanya Allah SWT yang bisa melakukannya.

KEMERDEKAAN RI KE 68

Kita mudah membayangkan jika para pendahulu kita tidak melunak dan menyatukan hati [niat] demi Indonesia [sebagai tujuan akhir]. Indonesia [NKRI] TAK AKAN PERNAH ADA. Maknanya niat [hati] harus berhubungan langsung dan terintegrasi sebagai orientasi inti yang harus dicapai. Jika tujuannya membangun Indonesia, maka yang terpenting adalah satu niat [tekad dalam hati] semua pendiri bangsa, dengan menghilangkan ego-ego primordial apapun yang bisa menjada penghalang. Itulah yang dilakukan oleh founding father kita.

Rumusan penyatuan hati dalam konstritusi kita disebut MUSYAWARAH. Pertanyaannya benarkah yang dipersatukan dengan musyawarah pada masa sekarang di Indonesia adalah HATI. Kita bisa mengatakan TIDAK, mungkin yang tepat adalah MUSYAWARAH TRANSAKSIONAL. Inilah krisis yang terjadi dengan bangsa Indonesia. Meski demikian, tetaplah berharap, semoga jalinan manusia Indonesia sekarang dalam musyawarah untuk mengisi kemerdekan menggunakan hati yang bersih tanpa dikotori niat kotor untuk memperkeruh keadaan.

SINTESA HUBUNGAN HATI, IDUL FITRI DAN KEMERDEKAAN RI KE 68

Hati selalu berubah-ubah (bolak balik). Ia bisa menyatukan hubungan. Dzat yang menyatukan hanya Tuhan. Manusia seringkali mengotori hubungan antarmanusia dengan transaksional yang menyertakan harta dalam hubungannya. Maka murnikanlah hubungan itu karena memang hati bisa menyatu dan karunia Tuhanlah, hati itu bisa menyatu. Sebagaimana menyatunya hati-hati para pendiri bangsa Indonesia. Mereka menghilangkan ego primordial apapun, hati mereka bisa menyatu tanpa transaksional apapaun, sehingga Indonesia dapat menjadi NKRI seperti sekarang ini.[]
Categories:

    Tegal | Hari ini