Dakwah, Ilmu Pengetahuan dan Nuzul al-Qur'an


A. Dakwah

Ramai di tv, radio, dunia maya dan fenomena religius menampilkan gerakan dakwah yang cukup masif. Ada dua prinsip dakwah yang cukup populer, yaitu orientasi (target) dan metode (cara). Prinsip pertama, Orientasi dakwah seperti yang dituturkan al-Qur'an surat al-Qashash (28) : 56, yang berbunyi :



Ketika Nabi Muhammad SAW., sedih atas meninggalnya Pamannya, Abu Thalib. Nabi Muhammad SAW. merajuk kepada Allah SWT., apakah pamannya termasuk muslim dan masuk surga ? Ayat tersebut jawaban Allah SWT. Intinya adalah Hidayah adalah urusan dan rahasia Allah SWT., sedangkan kewajiban manusia (sebagai umat Nabi Muhammad SAW.) adalah menyampaikan (dakwah). Oleh karena itu, dakwah tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain, apalagi menggunakan cara-cara kekerasan.


Prinsip kedua, metode (cara) dakwah, seperti yang dituturkan al-Qur'an surat al-Nahl (16) : 128, yang berbunyi :



Tiga metode dakwah yang "bersliweran" ditelinga jamaah pengajian : (1) bi al-hikmah makna yang populer dan kontemporer adalah sharing ilmu pengetahuan, maknanya penceramah atau mubaligh berposisi sama dengan audiens, hanya saja penceramah / mubaligh lebih dulu mengetahui tentang suatu persoalan, sehingga ia memberitahu atau berbagi pengetahuan dengan audien. Kesan menggurui, mendikte, kelihatan lebih khusu, lebih sholeh dan seterusnya jauh dari model dakwah seperti ini.


(2) bi al-mau'idhoh al-hasanah (nasehat yang baik), sekarang lebih terkenal dengan istilah taushiyah (memberi wasiat baik). Kesan dari dakwah model ini adalah adanya keteladanan yang patut ditiru dari penceramah atau mubaligh, maknanya orang yang menyampaikan harus menjadi panutan masyarakat, sehingga kesan "menggurui" boleh jadi nampak, tetapi sah bila memang ia adalah panutan, kyai misalnya, ajengan, dan lain sebagainya. Boleh jadi pula ada level yang berbeda antara penceramah dan audiens, dan ini natural saja, seperti analogi yang memberi wasiat adalah orang tua ke anak, bukan sebaliknya (itulah makna taushiyah sebenarnya).


(3) jadil hum bi allati hiya ahsan (berdebat dengan cara-cara yang baik), sependapat mungkin, berbeda pendapat pasti akan muncul. Tetapi maknailah berdebat dengan kosakata "bertukar pikiran", sehingga kesan seram hilang dari perbedaan pendapat tersebut. Ciptakan budaya toleransi sehingga hidung bisa selalu bersanding sebagai hamba Tuhan yang tidak mungkin hidup sendiri.


B. Nuzul al-Qur'an

Ada tiga kosa kata yang sering dibahas ulama tafsir ketika membahas tentang Nuzul al-Qur'an. (1) kata "an-za-la" (menurunkan), (2) kata "na-za-la" (turun dan telah selesai prosesnya), dan (3) kata "naz-za-la" (menurunkan, tetapi ada kontinuitas).


Pertama, dimaknai al-Qur'an diturunkan oleh Allah SWT jumlatan wahidatan (satu kesatuan) dari Lauh Mahfudz ke Bait al-'Izzah min sama'i al-dunya, pada tanggal 24 Ramadhan, di mana di sepuluh akhir Bulan Ramadhan terdapat Lailah al-Qadr (QS. al-Qadr (97) dan QS. al-Baqarah (2) : 185


Kedua, dimaknai al-Qur'an setelah sampai di Bait al-'Izzah min sama'i al-dunya, Allah SWT menurukannya ke bumi secara berangsur sebagai wahyu kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara al-ruh (Malaikat Jibril). Dimulai dari QS. al-'Alaq (96) : 1-5 hingga berakhir dengan QS. al-Maidah (5) : 3. Setelahnya tidak ada ayat lagi yang turun dan telah selesai pewahyuaan.


Ketiga, dimaknai al-Qur'an diturunkan oleh Allah SWT, tetapi Allah SWT tidak tinggal diam dan tanpa diminta akan selalu "bersama" manusia (muslim) menjaga dan melestarikan keberadaan al-Qur'an di muka bumi, agar selalu dibaca, dikaji, dibahas, diperdengarkan, dan seterusnya. Janji Allah SWT. dalam QS. al-Hijr (15) : 9.


C. Ilmu Pengetahuan

Masih ingat pelajaran biologi atau sejarah ? Mestinya, jika membahas tentang manusia pasti ingat dengan istilah Homo Sapiens (bahasa Latin, yang berarti "manusia yang tahu" atau "manusia yang berpikir"). Pada kodratnya, manusia diciptakan tidak mengetahui apa-apa. Tetapi manusia diberi naluri ingin tahu oleh Tuhan. Kata "tahu" sendiri dalam psikologi ada dua cara, yaitu pertama, diberitahu (oleh siapa dan oleh apa, misalnya tahu karena diberitahu oleh guru di sekolah atau tahu karena membaca buku, dan seterusnya) dan kedua, mengalami (eksperimen dan pengalaman, baik dialami sendiri atau mengamati pengalaman orang lain).


Ketika Nabi Adam AS diciptakan oleh Allah SWT tidak tahu tentang apapun. Ia dibekali pengetahuan dengan mengetahui semua nama yang "diberitahu" ('allama) oleh Allah SWT, sehingga di hadapan para Malaikat, Adam nampak dan tampil sebagai makhluk yang sangat luar biasa pandai.


Kisah Nabi Musa AS, ketika kecil disuruh memilih antara roti yang berada di sebelah kanan dan api yang berada di sebelah kiri. Anak kecil secara naluriah akan punya pengalaman yang menarik dan tertarik dengan hal-hal yang dianggapnya menarik. Ternyata api lebih menarik bagi Musa kecil hingga ia memakannya. Terlepas dari tafsir yang menyatakan bahwa Musa mengulurkan tanggan ke sebelah kanan, namun Allah SWT berkehendak lain, Dia memerintahkan Jibril untuk menarik tangan Musa dan memakan api. Kejadian inilah yang membuat Musa tidak bisa bicara secara jelas.


D. Sintesa Peringatan Nuzul al-Qur'an

Nuzul al-Qur'an mengajarkan manusia (muslim, utamanya) untuk terus membaca. Dengan membaca (apapun), manusia seperti diberitahu tentang sesuatu dan memiliki pengalaman hidup yang lebih luas. Manusia akan terbuka cakrawala dan menyadari bahwa manusia tidak mungkin homogen dan punya referensi yang berbeda, terpenting adalah bertanggung jawab. Jika pengetahuan telah diperoleh, berbagilah dengan sesama manusia lain, yang boleh jadi belum tahu tentang pengetahuan tersebut. Ultimate goal-nya adalah berbagi pengetahuan berarti menyebarluaskan informasi untuk merubah peradaban yang negatif dan melestarikan peradaban yang positif. Semoga kita termasuk manusia yang ikhlas berbagi.


Mengamati Ramadhan : Ucapan atau tindakan


Di sebuah musholla di bulan Ramadhan 1434 H, masyarakat melaksanakan shalat tarawih berjama'ah seperti tahun-tahun sebelumnya. Ada hal yang menarik dalam satu kesempatan ceramah di sela-sela jeda shalat tarawih, seorang penceramah melontarkan "rangkaian kalimat" yang tidak biasa dan membuat jama'ah terkaget. Isi ceramah terkesan "membodohi" diri sendiri, tetapi justru ternyata itu yang diinginkan oleh jama'ah.


"Bapak ibu yang saya hormati, saya memang mendapat giliran ceramah, tetapi saya bingung, televisi di pagi hari, siang, sore, malam, bahkan dini hari, semua menampilkan ceramah. Radio pun demikian, apalagi media sosial dan kanal streaming seperti youtube dan lain sebaginya, lalu saya harus menyampaikan materi apa?" Ujar penceramah, diikuti dengan senyum jama'ah tersenyum. mushalla tersebut.


"Bagi saya, lanjut penceramah, Ramadhan yang penting tindakan, tindakan untuk meningkatkan amalan yang baik, shalat sunnah diperbanyak, baca Qur'an lebih intensif, sedekah lebih digiatkan, dan seterusnya. Maknanya implementasi pengetahuan tentang agama lebih penting dari memahami agama hanya sekedar memahami saja, seperti yang kita lakukan, lihat televisi pengajian, dengar radio pengajian. Saya yakin, jama'ah sudah memiliki pengetahuan agama yang cukup banyak. Ramadhan adalah saatnya melaksanakannya, karena ramadhan merupakan kesempatan amal baik dilipatgandakan oleh Allah SWT."


Masyarakat sekarang dalam menimba ilmu, khususnya mendengarkan ceramah dalam pengajian, lebih senang bersifat eksploratif dan uraian kandungan pengetahuan, dari pada ceramah yang menggurui, seolah-olah "penceramah" adalah orang yang paling suci dan tanpa dosa. Masyarakat modern yang perhatian terhadap materi agama cenderung lebih kritis dan rasional. Bagi mereka, Islam itu rasional dan memberikan ajaran-ajaran yang dapat diterima oleh akal sehat manusia.


Semoga amal dan tindakan positif kita di bulan Ramadhan ini diterima Alllah SWT., tidak hanya sekedar berucap dan menggurui orang lain, yang boleh jadi, mereka lebih sholeh dari penceramah.


    Tegal | Hari ini