Pengantar
Dalam Islam, hanya ada satu hal yang ditanyakan oleh Tuhan ketika yaum al-hisab dengan dua pertanyaan, tidak seperti yang lain. Manusia diberi umur, pertanyaanya adalah "untuk apa umurmu dihabiskan ?", diberi anggota tubuh, pertanyaanya adalah "untuk apa anggota tubuhmu digunakan ?", dan seterusnya. Hanya harta, yang oleh Tuhan akan ditanyakan 2 (dua) hal, yakni "dari mana (dengan cara apa) harta engkau peroleh ?" dan "untuk apa harta engkau belanjakan ?". Pertanyaan pertama berkaitan dengan cara memperoleh harta dan pertanyaan kedua berkaitan dengan pendayagunaan.
Pertanyaan Pertama
Jika dicermati harta, mengapa akhir-akhir ini manusia seolah-olah tidak mementingkan bagaimana cara ia memperoleh harta. Ketidakjelasan asal harta, cara-cara yang tanpa disadari sebenarnya mencederai kepentingan orang lain, sampai dengan merampas hak-hak orang lain dengan cara paksa. Pejabat sering kali tanpa berpeluh keringat, berbanding terbalik jika disandingkan dengan kuli penambang belerang di kawah gunung Bromo, mendapatkan unidentified flying envelope (UFE), meminjam istilah Prof. Dr. Amien Rais. Semaraknya pasar modern yang menggusur keberadaan pasar tradisional mengindikasikan kekuatan modal mencengkeram kekuatan domestik yang harus dibela. Meskipun seringkali keberadaan pasar tradisional memberikan dampak negatif permanen terhadap masalah lingkungan seperti kebersihan, limbah sampah yang tak terkontrol dan penggunaan fasilitas publik yang berlebihan, seperti memanfaatkan trotoar, yang seharusnya bagi pejalan kaki, menggunakan badan jalan yang seharunya bagi pengendara, dan sebagainya. Dua pihak, antara pemodal dengan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan meniscayakan adanya sinergi sehingga keduanya dapat disandingkan mempertimbangkan segmentasi pasar yang jelas berbeda, tetapi ingat, masyarakat sekarang sudah cerdas.
Kasus perampokan sebuah bank merupakan salah satu contoh nyata bahwa cara memperolah harta juga dilakukan dengan cara yang tidak terpuji dan bahkan mengorbankan nyawa orang lain. Semoga penegak hukum (polisi) dapat mengungkap kejahatan tersebut, jangan hanya menghujat, tetapi polisi pun harus konsisten dan bersih diri agar citranya tetap terjaga. Demikian juga dengan beberapa kasus penyelundupan narkoba, penjualan barang tambang ke negara tetangga, penjualan aset negara di pasar gelap, pengoplosan minyak, mengurangan isi tabung gas, dan lain sebagainya. Jika mau diberi hukum agama, perilaku tersebut hukumnya haram, tidak hanya bertentangan dengan cara memperoleh harta, namun pada saat yang sama juga mennihilkan kepentingan orang lain.
Pertanyaan Kedua
Filantropi yang semakin marak, baik jenis maupun ragam aktivitasnya di Indonesia, memberikan alternatif bagaimana masyarakat mendayagunakan atau membelanjakan harta yang telah diperolehnya, tentu dengan cara yang halal. Sebenarnya dalam konsep umum yang dipahami dari agama adalah bahwa "harta itu harus mengalir from the have to the poor (dari si kaya ke si miskin). Konsep ini sudah dikenal bahkan sudah banyak diterapkan di kalangan masyarakat, yang didasarkan pada semangat agama. Zakat, wakaf, infak, sedekah, kurban, akikah, dan lain-lain, sejatinya mengacu pada konsep aliran harta di atas.
Jika kambing diberikan pada hari-hari biasa untuk disembelih kemudian dibagikan kepada orang miskin, namanya "infak" atau "sedekah". Jika kambing diberikan pada 10-13 Dzulhijjah untuk disembelih kemudian dibagikan kepada orang miskin, namanya "Kurban". Jika kambing diberikan pada hari setelah kelahiran anak untuk disembelih kemudian dibagikan kepada orang miskin, namanya "akiqah". Jika kambing yang diberikan oleh orang yang memiliki hewan ternak lebih dari 40 ekor untuk orang miskin, dinamakan "zakat ternak". Konsep ini bisa diilustrasikan sama dengan misalnya beras (qut al-bilad / makanan pokok). Dengan salah satu pemahaman ini, sebenarnya ada 2 hal penting yang harus dipahami, (1) Memahami makna harfiyah harta, dalam bahasa Arab disebutkan dengan istilah "mal", semakna dengan kata kerja "mala-yamilu" yang mengandung makna condong atau kecenderungan (pasti manusia menyukai) dan mengandung makna ra-ghi-ba fi (suka atau senang terhadap sesuatu yang memikat), (2) pergeseran makna hakiki harta, dari si kaya untuk si miskin, inilah nilai sosial harta. Sehingga boleh jadi, meskipun siapapun boleh menerima walimah akikah, tetapi secara sosial alangkah baiknya, jika walimah akikah diberikan kepada yang lebih berhak, yakni si miskin.
Aktivitas pilantropi secara kelembagaan sangat subur di negeri ini. Bagi saya semoga niatnya tetap lurus bukanya hanya sebagai mata pencaharian, apalagi bisnis. Sekali lagi semoga. Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan Badan Amil Zakat (BAZ) hampir di seluruh daerah berlomba mendirikan baik afiliasi nasional maupun otonom di daerah. Lembaga tersebut tidak hanya berkepentingan terhadap zakat tetapi jenis pilantropi yang lain, seperti wakaf, infak dan sedekat. Dalam kalkulasi ekonomi pendayagunaan zakat oleh Lembaga ini dapat dilihat dari dua sasaran objek, yaitu tangible (fisik) dan intangible (non fisik). Jika yang pertama mudah sekali mengukurnya, untuk yang kedua jelas, ukurannya sangat subyektif, seperti pelatihan atau training. Namun, ternyata masing-masing lembaga dengan kekhasan sendiri mampu memberikan jawaban atas keraguan tersebut dengan memberikan bukti keberhasilan.
Invitasi
"Hari gini tidak bayar zakat, apa kata dunia dan akhirat ?" Ada banyak jenis zakat, sesuaikan dengan apa yang anda lakukan, jika tani dengan zakat pertanian, jika dagang dengan zakat perdagangan, dan seterusnya. Satu hal terpenting, jika anda menggeluti profesi tertentu, tunaikan zakatnya, dokter tunaikan zakatnya, guru tunaikan zakatnya, dan seterusnya. Saya lebih cenderung mendukung pendapat bahwa mengeluarkan zakat profesi berdasarkan pendapatan kotor ketimbang bersih. Kecurigaan berdasarkan pendapatan bersih adalah bila niatnya calon muzakki tidak murni, ia akan membuat "hilah" atau "hiyal" daftar pengeluaran yang sangat super dan jumbo, sehingga nettonya tidak wajib zakat. Tetapi bila pendapatan kotor, berapa pun yang ia peroleh akan selalu dibersihkan dengan zakat. Kecil kok, bayangkan saja, bagi seorang dokter (atau profesi apapun yang terhormat) dari angka Rp 1.000.000,00 hanya mengeluarkan Rp 25.000,00 ; kan yang dibayarkan cuma 2,5 persen. Bila sepakat silahkan, tidak sepakat, tidak masalah. Saya hanya memberikan semangat sosial, bahwa "bagi harta orang yang kaya, terdapat hak al-sail (orang miskin yang minta) dan al-mahrum (orang miskin yang dengan keterbatasannya selalu berusaha untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi)" (QS. al-Dzariyat (51) : 19).