Pengantar
Meski terlambat, tetapi rasanya tidak salah bila pada kesempatan ini, saya ikut mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1431 H Mohon Maaf Lahir dan Batin. Semoga Allah menerima puasa kita (shiyamana) dan puasa anda sekalian (shiyamakum), serta Semoga Allah memasukkan kita (adkholana wa iyyakum) pada golongan orang yang kembali fitrah (min al-'aidin) dan orang yang beruntung (al-faizin).
Setiap manusia pasti melakukan salah, baik kepada Allah (bagi muslim) maupun kepada sesama manusia. Oleh karena itu, semoga Allah Yang Maha Pengampun menerima permohonan ampun sebagai hamba yang selalu berbuat kesalahan. Semoga pula, di antara sesama manusia secara ikhlas menerima dan memberi maaf, sehingga terasa nikmat bila kesalahan yang telah diperbuat -sengaja atau tidak sengaja-, diikhlaskan untuk dimaafkan. Semoga demikian adanya
The Ultime goal of Ramadhan : TAQWA
Seperti yang telah dimaklumi dan dipahami dari QS. al-Baqarah (2) : 183, bahwa hakikat puasa adalah membentuk pribadi muslim yang bertakwa. Banyak sekali model tafsir ayat bil ayat dalam al-Qur'an yang menerangkan karakteristik orang yang bertakwa. Salah satunya adalah dalam QS. Ali Imran (3) :133-4 :
Kata "maghfirah" menunjukkan kelegaan Allah ketika mengampuni hamba yang meminta maaf, kemudian terhadap hamba tersebut diberi reward berupa surga yang -ujungnya- hanya disedikan untuk orang yang bertakwa. Maaf identik dengan takwa yang mendapatkan surga. Selanjutnya ayat tersebut menyebutkan 3 (tiga) karakteristik orang yang bertakwa yang bersedia mencari ampunan Allah yaitu :
1. Orang-orang yang menginfakkan hartanya dalam keadaan lapang dan sempit
Harta merupakan satu-satunya hal yang ditanyakan oleh Allah ketika yaum al-hisab dengan 2 (dua) pertanyaan, yaitu pertama : "dari mana engkau mendapatkan hartamu ?" dan kedua : "untuk apa hartamu dibelanjakan ?". Salah satu cara yang dianjurkan oleh Allah adalah infak (sedekah), baik dalam keadaan lapang (al-sarra') dan sempit (al-dharra'). Infak jika dicermati merupakan konsep agama yang menghubungkan dua dimensi hubungan secara langsung, yakni hubungan kepada Allah dan Manusia. Ketika berinfak, berarti memenuhi perintah Allah, dan pada saat yang bersamaan infak mempererat jalinan hubungan antarmanusia dengan cara berbagi harta yang dimiliki.
2. Orang-orang yang mampu menahan amarah
Marah adalah salah satu sifat yang inhern dalam diri manusia. Setiap manusia pasti memiliki dan pernah melakukannya, sehingga kata yang digunakan adalah "al-kadzimin" yang bermakna menahan, mengendalikan. Sifat marah muncul tentu ada sebab yang membuat seseorang menjadi marah. Dalam konteks hubungan antarmanusia, setiap manusia -disadari ataupun tidak- pernah membuat marah seseorang. Hal yang terpenting disadari adalah (1) Tidak mungkin bahwa orang marah sendirian tanpa sebab dari orang lain, (2) Sering kali marah timbul karena ucapan dan perilaku orang lain, tetapi apakah kita sering atau pernah menyadari bahwa -boleh jadi- ucapan dan perilaku kita membuat orang lain marah. Jika merenungi dua poin tersebut, setiap manusia terdorong untuk berbuat baik kepada orang lain dan tidak membuat orang lain marah atas ucapan dan perilakunya. Hal yang demikian pula berlaku dalam konteks hubungan manusia dengan Allah. Semoga Allah tidak marah kepada kita meski sering berbuat salah dan selalu membimbing kita menjadi manusia yang tidak pemarah.
3. Orang-orang yang memaafkan (kesalahan) manusia
Pemaaf disebut al-'Afina (plural) dari kata 'afa, semakna dengan kata al-'afiyah, dalam kata sehari-hari yang sering digunakan yaitu "sehat wal afiyat". Jika mencermati kata tersebut "sehat" mengandung makna kesehatan secara fisik atau jasmani dan kata "afiyat" mengandung makna kesehatan secara psikis atau rohani. Sehingga kata 'afa (al-'afina) mengandung makna maaf (pemaaf) dan kesehatan (sehat secara psikis atau batin). Maaf berarti (1) melibatkan orang lain -interaksi- yang mengandung kesalahan atas ucapan atau perilaku, dan (2) keberadaan seseorang yang tidak menciptakan konflik dengan orang lain dari sudut pandangan psikis manusia.
Kata al-'afina identik dengan orang-orang yang lapang dada bahwa setiap manusia pasti berbuat salah, tak terkecuali diri kita sendiri. Sehingga sifat ksatria untuk meminta dan memberi maaf adalah sifat yang membuat orang secara psikis terhindar dari penyakit psikis (batin). Keberadaan al-'afina selalu dinanti karena mereka menebarkan kedamaian, kebahagiaan dan anti konflik di antara sesama manusia. Hal-hal yang dapat menciptakan penyakit batin seperti marah, iri, dengki, dan lain-lain. Sifat ini jika meletup pada wilayah sosial akan menimbulkan konflik horizontal yang sangat luas.
Kata "al-nas" mengisyaratkan bahwa meminta dan memberi maaf bukan hanya hak dan kewajiban orang Islam saja tetapi hak dan kewajiban semua manusia. Boleh jadi sesasama muslim berbuat salah, umat Islam berbuat salah kepada umat lain atau sebaliknya. Dari sudut pandang manusia, hal itu sangat mungkin terjadi. Keniscayaan yang harus ditanamkan adalah pengakuan atas kesalahan sehingga meminta maaf dan kebesaran hati untuk memberi maaf. Jadilah pribadi manusia yang selalu menebarkan kedamaian dan kehadirannya selalu dinanti karena membawa kedamaian dan kebahagiaan bagi manusia yang lain.
Ketiga karakteristik disebut sebagai al-Muhsin (orang yang senantiasa berbuat dan menebarkan benih-benih kebaikan di antara manusia). Al-Muhsin tidak hanya baik kepada Allah, tetapi baik kepada manusia. Jika sesama manusia selalu berbuat baik, maka Allah pun menyukai perilaku orang yang demikian. Bagi orang yang demikian disediakan ampunan Allah dan surga sebagai balasannya. Semoga kita tergolong orang tersebut.
Barakallah li wa laku wa li sair al-muslimin ...