Pengantar
Simbolisasi kanan menunjukkan kebaikan. Sebaliknya, kiri menunjukkan keburukan. Nyatanya, agama menganjurkan seperti itu. Etika manusia juga secara rasional mendukung simbolisasi tersebut. Ajaran nenek moyang, adat istiadat, kebiasaan, tata krama, dan sebagainya, tanpa muatan agama pun, seperti layaknya kesepakatan tak tertulis yang harus dipatuhi semua orang. Akal sehat pun punya andil dalam menjustifikasi antara kebaikan dan keburukan perilaku manusia di muka bumi ini.
Dimensi "Mendahulukan kanan"
"Mendahulukan kanan" (tayammun) merupakan salah satu akhlak terpuji yang terkesan sangat sepele. Ada 2 (dua) dimenesi untuk melihat akhlak ini, yaitu dimensi rohaniah (spiritual atau transendental) dan dimensi jasmaniyah (imanen).
Dimensi rohaniah dijelaskan bahwa kelak manusia akan dibangkitkan (dihidupkan kembali) setelah hari kiamat terjadi (QS. Yasin (36) : 12). Manusia terbagi menjadi 3 (tiga) golongan (QS. al-Waqiah (56) : 7-11), yaitu (1) golongan kanan (maimanah / yamin), (2) golongan kiri (masy'amah / syimal), dan (3) golongan beriman generasi awal (sabiqun).
Setiap golongan, kecuali golongan ketiga, akan menerima catatan perbuatannya dengan tangan sesuai dengan amal perbuatannya masing-masing. Golongan kanan akan menerima catatan perbuatannya selama di dunia dengan tangan kanannya. Demikian juga dengan golongan kiri, mereka akan menerima catatan perbuatannya dengan tangan kirinya. Sebagaimana dalam ayat berikut ini.
QS. al-Hāqqah (69) : 19
“Adapun orang yang diberi catatan amalnya di tangan kanannya, dia berkata (kepada orang-orang di sekelilingnya), Ambillah (dan) bacalah kitabku (ini)”. (cek ayat)
Dimensi jasmaniah dijelaskan dengan penerimaan akal terhadap perbuatan yang dilakukan oleh manusia normal. Etika merupakan ukuran ilmiah untuk mengukur moral manusia. Dalam literatur disebutkan bahwa etika adalah ketika manusia mengoptimalkan kemampuan akal pikirannya untuk memilah atau membedakan yang baik dan buruk. Objek dari etika adalah moral. Jadi moral adalah baik atau buruknya perilaku seseorang baik perkataan atau tindakan.
Dalam konteks optimalisasi akal pikiran atau akal sehat ini, tanpa dalil pun, manusia mampu membedakan hal yang baik dan yang buruk. Oleh karena itu, orang gila termasuk orang yang tidak beretika, karena ketidakmampuannya untuk membedakan hal yang baik dan buruk, karena ketiadaan akal sehat sebagai instrumennya. Mudahnya, setiap orang yang berakal sehat pasti bisa menyatakan bahwa bersedekah itu baik dan mencuri itu buruk. Sekalipun misalnya, kedua perbuatan tersebut tidak ada dalil yang menjelaskan tentang status kedua perbuatan tersebut, apakah termasuk perbuatan baik yang diperintahkan atau perbuatan buruk yang dilarang.
Rasulullah SAW tentang "Mendahulukan kanan"
"Mendahulukan kanan" (tayammun) bagi Rasulullah SAW digambarkan dalam kebiasaan sehari-hari layaknya manusia biasa pada umumnya. Memakai sandal, menyisir rambut dan tentunya bersuci. Hal yang menarik dicermati, bagian akhir pada sebuah hadis menyatakan bahwa "semua urusan" (fi sya'nihi kullihi) menyangkut kebiasaaan Rasulullah SAW yang mendahulukan kanan, baik urusan jasmani maupun rohani (spiritual). Berikut bunyi hadis tersebut.
Hadis Shahih Bukhari
“Nabi SAW. sangat menyukai untuk memulai dengan kanan dalam mengenakan sandal, menyisir rambut, bersuci dan dalam semua urusan yang penting” (Muttafaq ‘alaih).
Dalam hadis serupa menyatakan dengan redaksi yang berbeda, yaitu klausul "semampunya" (ma istatha'a). Maknanya, dalam "mendahulukan kanan" tergantung kemampuan manusia sendiri dan kondisi nyata di lapangan, termasuk soal, misalnya, bagaimana dengan penyandang disabilitas (difabel) dan kidal (kiri dari lahir). Berikut bunyi hadis tersebut.
Hadis Shahih Bukhari
“Nabi SAW. sangat menyukai untuk memulai dengan kanan semampunya dalam dalam semua urusannya, termasuk dalam bersuci, menyisir rambut dan mengenakan sandal.”
Kebiasaan Rasulullah SAW dalam mendahulukan kanan dibuktikan dengan sebuah teguran kepada seorang sahabat yang makan bersama Rasulullah SAW menggunakan tangan kiri. Isyarat dalam hadis menyatakan bahwa keengganan menggunakan tangan kanan ketika makan disebabkan oleh kesombongan (al-kibr). Dugaan penulis adalah penggunaan tangan kiri lebih menonjolkan gaya hidup yang biasa dilakukan masyarakat urban, termasuk makan sambil berdiri. Berikut bunyi hadis tersebut.
Hadis Shahih Muslim
“Seorang laki-laki makan di hadapan Rasulullah SAW, dengan tangan kirinya. Rasulullah SAW berkata, “Makanlah dengan tangan kananmu.” Orang tersebut berkata, “Saya tidak bisa.” Rasulullah SAW berkata lagi, “kamu bisa.” Tidak ada yang menghalanginya kecuali kesombongan. Lalu Rawi hadis berkata, bahwa dia (orang tersebut) tidak mengangkatnya ke mulutnya”.
Teguran nabi kepada sahabat yang makan dengan tangan kiri itu adalah tanda bahwa nabi saw tidak setuju dengan perbuatannya, ia mencari alasan agar ia tidak menggunakan tangan kanan saat ia mengkonsumsi makan dan minum yaitu dengan ucapan; “Saya tidak bisa menggunakan tangan kanan saya”, Rasul saw menganjurkan orang itu menggunakan tangan kanan yaitu karena seseorang itu hendaknya mengkhususkan hal hal yang mulia itu menggunakan tangan kanan. Penggunaan tangan kanan ini adalah perihal akan terus berlanjut hingga hari kiamat tiba, nantinya semua hal-hal baik diterima oleh tangan kanan.
Simbolisasi dalam "mendahulukan kanan" dari sisi sosial keagamaan, digambarkan dengan etika masuk dan keluar masjid dengan kaki kanan. Simbol tersebut untuk mengidentifikasi tempat -tempat yang baik dan buruk. Jika masuk tempat yang baik menggunakan kaki kanan dan ketika keluar menggunakan kaki kiri. Sebaliknya, jika masuk tempat yang buruk menggunakan kaki kiri dan ketika keluar menggunakan kaki kanan. Hal ini seperti memakai dan melepas alas kaki. Berikut bunyi hadis yang menjelaskan hal tersebut.
Hadis Anas bin Malik ra. dalam Kitab al-Mustadrak fi Shahihain li al-Hakim
"Termasuk dalam perkara sunnah adalah jika engkau masuk masjid, maka engkau mendahulukan kaki kanan, dan jika engkau keluar masjid, maka engkau mendahulukan kaki kiri."
Mau lihat Ragam Akhlak Terpuji yang lain, klik tautan (link) ini.